April 20, 2024

Merasa Didzolimi, Warga Kalijudan Tuntut Keadilan Lahan Seluas 100M2

Surabaya(suararakyatjatim) – Sejumlah warga Kalijudan ngluruk Kantor Kelurahan Kalijudan, Kecamatan Mulyorejo, Senin (26/7/2021). Mereka yang notabene ahli waris menuntut keadilan kepada Lurah Kalijudan Yongki Kuspriyanto Wibowo atas sengketa tanah yang obyeknya berada di Jalan Raya Kalijudan 312 A.

Salah seorang ahli waris, Mudarsono mengatakan, di obyek yang disengketakan, ahli waris merasa memiliki lahan seluas 100 meter persegi. Sementara lahan lainnya semua sudah berupa bangunan.

“Saya menguasai lahan tersebut sejak 1995 hingga 2021 ini. Namun, pada 2020 ada orang berinisial M yang mengaku-ngaku sebagai pembeli merobohkan pagar hingga rata dengan tanah. Dia menggunakan jasa 15-20 preman. Saya menyaksikan dan bukti-bukti ada di handphone saya,”ujar dia di Kantor Kelurahan Kalijudan, Senin (26/7/2021).

Setelah kejadian tersebut, lanjut dia, dirinya mendatangi Kantor Kelurahan Kalijudan agar dipertemukan dengan orang berinisal M yang konon disebut-sebut sebagai mafia tanah. Tapi anehnya, M kemudian malah melimpahkan ini ke pihak lain.

“Akhirnya saya dipanggil pak Lurah lewat surat resmi dan dipertemukan. Selama ini kami tak pernah dipertemukan, ada apa sebenarnya,” tanya Mudarsono heran.

Lebih jauh, Mudarsono yang juga pensiunan TNI ini mengaku, jika dirinya adalah orang asli Kalijudan sehingga tahu persis tanah di Kalijudan ini bermasalah. Sehingga warga ketakutan dan tak tahu harus mengadu kemana. Dan, yang membuat warga atau ahli waris khawatir, lanjut dia, pada 4 April 2008, surat asli yang dimiliki (petok D) diminta, sehingga tak tahu sisa lahannya di lokasi mana.

“Makanya, kami memberi waktu dua hari kepada Pak Lurah untuk memediasi. Jika nanti tak ada keputusan, maka warga akan menggeruduk rumah mantan pegawai Kelurahan Kalijudan berinisial H untuk meminta surat asli (petok D),”ungkap dia.

Mudarsono menambahkan, kasus pengrusakan pagar itu sudah dilaporkan ke kepolisian pada bulan puasa lalu, tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut. Tapi anehnya, giliran pembeli baru melaporkan dirinya, justru dirinya sudah dipanggil dan sekarang sudah masuk penyidikan. Bahkan, rencananya akan dilimpahkan ke kejaksaan.

“Padahal saya ini ahli waris dan yang jual itu orang berinisial M. Dia kok dihilangkan sampai sekarang. Yang jelas, keinginan ahli waris ini hanya minta dirunut dari awal soal proses jual beli lahan tersebut. Pembeli dapat dari siapa? Karena ahli waris kan tidak pernah merasa menjual lahan kosong seluas 100 meter persegi,” ucap dia.

Sementara perwakilan LPMK Kelurahan Kalijudan, Edy Sofyan menegaskan, pihaknya tak ingin permasalahan warga melebar kemana-mana, terutama ke ranah hukum. Karena, dirinya percaya apapun, tak tahu itu rahasia negara atau rahasia apa, tapi jika bisa diselesaikan di kelurahan, ya seharusnya diselesaikan di kelurahan.
“Itu permintaan LPMK. Semoga bisa dipertimbangkan oleh semua pihak,”kata dia.

Kenapa demikian? Karena, menurut Edy, dari rangkaian cerita yang dia dengar, surat petok D itu diminta dulu. Jadi ahli waris ini tak memegang surat apa-apa. Lantas karena di sana sudah dibagi keluarga-keluarga, maka terisi semua. Tinggal satu lokasi yang dikosongkan. Karena tak punya pegangan, maka warga menganggap itu miliknya.

“Begitu mendengar ada jual beli, keluarga ini jadi panas atau tersulut emosinya. Wong lahan kosong itu ditempati juga diusir pakai aparat dan preman. Akhirnya keluarga memagarinya,” tutur dia.

Diakui Edy, persoalan ini tak diselesaikan di kelurahan, malah ada laporan ke kepolisian. Yang melaporkan Mudarsono ke polisi adalah pembeli baru lahan tersebut.

Yang jelas, Edy berharap Kalijudan tetap damai. Dulu damai, enak kok. Tapi semenjak ada jalan yang begitu mahal, harga tanah jadi melonjak.
“Jadi tanah yang kosong bisa disulap jadi begini,” tutur dia.

Lurah Kalijudan, Yongki Kuspriyanto Wibowo menceritakan awal mula kejadian. Menurut dia, ada jual beli lahan kemudian dicatatnya di buku. Kemudian, ada ramai-ramai mempermasalahkan jual beli ini. Selanjutnya, mereka dipanggil dan ditanyakan kira-kira punya bukti kepemilikan apa tidak?

“Ternyata, tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan dan hanya menunjukkan surat waris. Surat waris itu kan bukan bukti kepemilikan. Tiap kali kita minta, tak bisa menunjukkan. Akhirnya sama pembeli baru dilaporkan ke Polrastabes Surabaya,” jelas dia.

Soal deadline dua hari untuk memediasi, Yongki mengaku di masa PPKM Level 4 ini dirinya sangat sibuk. Pagi, sosialisasi masalah protokol kesehatan, siang penyemprotan disinfektan, dan malam melakukan protokoler kesehatan.

“Kegiatan rutin seperti ini cukup menyita waktu. Karena saya harus berkoordinasi dengan beberapa instansi di Pemkot Surabaya, di antaranya konsultasi ke bagian hukum. Selanjutnya mediasi. Dan mediasi nanti juga akan mengundang bagian hukum,” tandas dia.

Yongky yakin bisa menghadirkan pihak- pihak yang bersengketa.
“Saya yakin karena saya yang membuat undangan. Soal hadir tidaknya saya tidak tahu. Karena dalam PPKM Level 4 ini kan tidak boleh ada kerumunan, jaga jarak dan tetap prokes,” ucap dia.

Menanggapi kasus ini, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi’i menandaskan, kepemilikan tanah atau peralihan kepemilikan tanah bisa berasal dari tiga cara. Yaitu jual beli, waris dan hibah.

Karena itu, lanjut dia, masing- masing pihak yang merasa punya hak harus bisa membuktikan secara legal formil. Yang ahli waris bisa menunjukkan sebagai ahli waris dan tanah tersebut belum pernah dijual atau tidak termasuk yang dijual kepada pihak lain. Pembeli juga harus membuktikan adanya transaksi jual beli atas lahan tersebut. Misal surat jual belinya, akta jual belinya (kalau dicatatkan di notaris). Juga siapa penjualnya? Kalau tidak dilakukan dengan persetujuan seluruh ahli waris bisa dibatalkan jual belinya karena cacat hukum.

“Saya berharap pihak kelurahan netral dan obyektif melihat persoalan ini. Yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah,” tegas dia.

Menurut politisi Partai NasDem ini, sengketa tanah bisa diminimalisasi jika administrasi di kantor kelurahan juga rapi. Misalnya, kalau ada kejadian seperti ini tinggal dilihat di buku tanah yang ada di kelurahan. Bagaimana asal usul tanah tersebut, siapa pemiliknya, dan kalau terjadi peralihan karena apa? Waris, hibah atau jual beli? Berikut dokumennya atau surat suratnya.
“Kalau warga merasa didzolimi silakan mengadu ke Komisi A DPRD Surabaya, ” pungkas dia.(why)