September 16, 2025

Jangan Tunggu Viral,DPRD Surabaya Usulkan Pengawasan Berkala Produk Mamin

suararakyatjatim.com – Kasus es krim beralkohol yang sempat viral beberapa waktu lalu di Surabaya terus memicu polemik, terutama setelah terungkap dalam rapat koordinasi Komisi D DPRD Surabaya pada Rabu (23/4/2025) bahwa produk tersebut ditemukan pertama kali pada 5 April 2025 di salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya Barat. Es krim tersebut diketahui mengandung alkohol jenis likuer dengan kadar etanol hingga 3,5 persen, mirip kandungan pada wine dan Jack Daniel’s.

Yang mengkhawatirkan, produk ini tidak memiliki izin edar sebagai pangan olahan sesuai standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Lebih jauh lagi, produk juga tidak mencantumkan label non-halal di kemasannya, padahal penggunaan alkohol dalam bahan baku jelas melanggar ketentuan kehalalan yang menjadi perhatian utama masyarakat mayoritas muslim di Surabaya.

Perwakilan dari BPOM, Hesti, mengakui bahwa pengawasan terhadap makanan olahan sejauh ini memang sudah dilakukan rutin bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Namun, ia juga menyampaikan bahwa belum ada regulasi yang secara spesifik mengatur produk makanan dengan campuran alkohol seperti es krim tersebut. Ia menambahkan bahwa dari hasil pemeriksaan, sarana produksi es krim ini pun tidak terpisah dari kegiatan rumah tangga, serta peralatan yang digunakan belum memenuhi standar industri pangan. “Kami juga menemukan sisa likuer saat pemeriksaan,” ujarnya.

Kondisi ini menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan makanan dan minuman yang beredar di masyarakat, khususnya produk dari pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Menanggapi hal ini, anggota Komisi D DPRD Surabaya, Zuhrotul Mar’ah, menyayangkan lemahnya tindak lanjut dari pemerintah kota dan instansi terkait. Ia menyoroti keputusan pemberian sanksi yang dinilai terlalu ringan, yaitu hanya berupa denda sebesar Rp. 300.000. “Saya kaget, cuma didenda Rp.300.000. Ini bisa jadi preseden buruk. Harusnya ada tindakan tegas,” ujarnya dalam forum rapat.

Zuhrotul juga menekankan pentingnya pengambilan sampel secara berkala terhadap produk-produk UMKM, setidaknya satu hingga tiga bulan sekali. Ia menyampaikan keprihatinannya terhadap kurangnya pengawasan, terutama terhadap produk yang menyasar anak-anak dan remaja. “Kita sudah berbusa-busa sosialisasi lewat TikTok, IG, majelis taklim, tapi kenyataannya anak-anak kita masih belum paham cara memilih makanan atau minuman yang aman dan sehat,” tegasnya.

Dalam rapat itu, ia juga menyampaikan kekhawatiran atas meningkatnya kasus penyakit kronis di kalangan generasi muda, termasuk hipertensi dan diabetes. Ia bahkan mencontohkan kasus pasien berusia 18 tahun yang masuk UGD dalam kondisi koma karena kadar gula yang sangat tinggi akibat konsumsi berlebihan minuman manis seperti boba, yang juga tidak jarang dicampur alkohol tanpa disadari.

Zuhrotul mendesak agar instansi seperti BPOM, Dinas Kesehatan, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) lebih aktif melakukan pengawasan langsung ke lapangan, bukan sekadar mengandalkan pelaporan atau aduan. Menurutnya, perda inisiatif yang sempat disebutkan dalam rapat harus segera dilaksanakan untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dalam menindak pelanggaran semacam ini.

Kasus es krim beralkohol ini membuka mata publik bahwa masih banyak celah dalam pengawasan pangan di level UMKM, baik dari sisi regulasi, sanksi, maupun edukasi masyarakat. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap komposisi bahan makanan, ditambah kurangnya ketegasan dalam penindakan, dapat menjadi bom waktu bagi kesehatan generasi muda Surabaya.

polemik es krim beralkohol ini bukan sekadar soal satu produk melanggar aturan. Ini adalah cerminan dari lemahnya sistem pengawasan dan absennya regulasi spesifik terhadap pangan olahan beralkohol. Diperlukan sinergi antara pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat untuk membangun perlindungan yang menyeluruh—bukan hanya demi ketaatan hukum, tapi demi masa depan generasi yang lebih sehat dan sadar konsumsi.(yu)