September 16, 2025

Triwulan I,DPRD Surabaya Siapkan Regulasi Wisata Medis Bertaraf Internasional

suararakyatjatim.com – Komisi D DPRD Surabaya gelar rapat evaluasi Triwulan I Tahun Anggaran 2025 bersama Direksi RSUD Dr. Muhammad Soewandhie, Senin, 26 Mei 2025. 

Selain target capaian anggaran dan kinerja, tetapi juga menggali potensi pengembangan rumah sakit sebagai pusat layanan kesehatan unggulan, termasuk dalam kerangka medical tourism.

Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, menggarisbawahi peluang besar Surabaya dalam mengembangkan konsep medical tourism. Ia menyarankan agar RSUD Dr. Soewandhie mulai menawarkan paket-paket layanan kesehatan terpadu, seperti medical check-up yang dikombinasikan dengan wisata kota.

“Malaysia sudah lebih dulu dengan paket-paket medical tourism mereka. Surabaya tidak harus meniru sepenuhnya, tapi harus punya penawaran serupa,” tegasnya.

Sementara itu, dr. Michael Leksodimulyo, anggota Komisi D, selain menyampaikan apresiasinya terhadap capaian pendapatan RSUD Dr. Soewandhie jug mempertanyakan strategi belanja pada Triwulan II, terutama terkait pengadaan alat kesehatan dan rencana pelayanan spesifik.

“Saya bandingkan dengan daerah lain, pendapatan rumah sakit ini sangat mengesankan. Sekarang, kami ingin tahu arah penggunaan anggaran ke depan, termasuk pengadaan alat kesehatan dan penguatan signature program rumah sakit,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi D lainnya, Ajeng Wira Wati, menyoroti pentingnya peningkatan kualitas pelayanan agar rumah sakit dapat bersaing dengan fasilitas kesehatan swasta. Ia menekankan bahwa kualitas pelayanan menjadi kunci dalam menarik minat masyarakat, bahkan untuk merekomendasikan RSUD kepada keluarga terdekat.

“Kita perlu memastikan kualitas pelayanan, agar ketika masyarakat membandingkan dengan rumah sakit swasta, Soewandhie tetap menjadi pilihan,” ungkap Ajeng.

Menanggapi berbagai masukan, Dirut RSUD Dr. Soewandhie, dr. Billy Daniel Mesakh, memaparkan capaian rumah sakit dari sisi pendapatan yang meningkat signifikan, serta rencana pengembangan layanan seperti pendirian Soewandhie Oncology Center. Namun, ia juga menyinggung sejumlah kendala regulasi dan skema BPJS yang dinilainya menyulitkan rumah sakit pemerintah dalam mengembangkan layanan berkelanjutan.

“Kami sudah punya alat, bahkan jaringan sudah kami siapkan, tapi regulasi saat ini membatasi ruang gerak. Kajian harus kami buat untuk bisa keluar dari keterikatan yang menyulitkan, bukan meninggalkan BPJS, tapi mengimbangi dengan layanan berbayar yang sehat secara finansial,” jelasnya.

Billy juga menekankan pentingnya penguatan brand image rumah sakit dan penyamaan pemahaman seluruh staf terhadap visi dan layanan unggulan yang dikembangkan.

“Saya butuh tim yang tidak hanya bekerja, tapi paham produk dan bisa menjelaskan dengan baik. Karena sekarang RS Soewandhie bukan lagi rumah sakit biasa, kita ingin naik kelas,” tambahnya.

Dari pihak Bappedalitbang Kota Surabaya, Puspita Ayuningtyas menyampaikan bahwa sebanyak 12 rumah sakit di Surabaya telah diusulkan ke Kementerian Kesehatan untuk ditetapkan sebagai penyedia layanan medical tourism. Namun, prosesnya sempat tertunda karena adanya pergantian pejabat di Kemenkes. “Saat ini kami tinggal menunggu tindak lanjut dari Dirjen Kesehatan Lanjutan. Website medicaltourism.surabaya.go.id juga sudah kami siapkan sebagai sarana promosi,” jelas Puspita.

Puspita juga mengungkapkan bahwa RSUD Soewandhie telah bekerja sama dengan biro perjalanan wisata untuk meningkatkan cakupan medical tourism, dan saat ini tengah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan untuk mendukung aksesibilitas menuju rumah sakit.

“Tentunya, Surabaya segera menyusul kota-kota seperti Malang, Medan, dan Sulawesi Utara yang sudah lebih dulu tercatat secara resmi dalam jaringan medical tourism nasional,” pungkasnya.(yu)