suararakyatjatim.com – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (hearing) bersama sejumlah pihak terkait untuk membahas piutang RSUD Dr. Soetomo yang mencapai Rp1,8 miliar dari pasien warga Kota Surabaya. Rapat tersebut digelar pada Selasa (26/8/2025) dan dihadiri oleh jajaran RSUD Dr. Soetomo, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Dinas Sosial Kota Surabaya, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam forum tersebut terungkap bahwa piutang sebesar Rp1,8 miliar tersebut berasal dari 62 pasien warga Kota Surabaya selama periode 2024–2025. Para pasien tersebut tidak tercakup dalam program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.
Pihak RSUD Dr. Soetomo menjelaskan bahwa sebagian besar kasus pasien tersebut berasal dari kondisi yang tidak termasuk dalam kategori pembiayaan BPJS, seperti: cedera akibat mabuk, kecelakaan karena pengaruh alkohol, tindakan kriminal, hingga korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Meski demikian, kondisi ekonomi para pasien masih belum jelas karena saat penagihan dilakukan, mereka mengaku tidak mampu membayar.
Menanggapi persoalan ini, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Johari Mustawan, menyampaikan apresiasi atas kehadiran pihak RSUD Dr. Soetomo, khususnya Direktur Prof. Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa. Ia menyatakan bahwa RSUD Dr. Soetomo memiliki peran vital sebagai rumah sakit rujukan utama warga Kota Surabaya.
“RSUD Dr. Soetomo sebagai rujukan terakhir warga Kota Surabaya memiliki posisi tersendiri dalam pembangunan kesehatan di Surabaya,” ujar Johari, yang akrab disapa Bang Jo, dalam rapat hearing.
Bang Jo menekankan bahwa penyelesaian persoalan piutang ini tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada pihak rumah sakit. Ia mendorong adanya kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya.
“Diperlukan adanya pembagian tugas yang jelas antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota untuk menyelesaikan persoalan ini,” tegasnya.
Bang Jo juga mendorong agar Pemprov Jatim melalui Dinas Kesehatan Provinsi dapat mengintervensi pembiayaan pasien yang tergolong miskin dan tidak tercover BPJS melalui Biaya Kesehatan Masyarakat Miskin (Biakes Maskin) yang telah diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 23 Tahun 2021.
Sementara itu, Pemkot Surabaya diminta untuk berperan aktif dalam menelusuri data pasien yang menjadi piutang RSUD Dr. Soetomo.
“Pemkot bisa membantu lewat koordinasi lintas OPD, seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, hingga pihak kelurahan untuk memastikan validitas data pasien warga Surabaya,” jelasnya.
Bang Jo menegaskan bahwa permasalahan piutang ini tidak boleh menghambat pelayanan kesehatan di RSUD Dr. Soetomo, baik terhadap pasien umum maupun peserta BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan asal Surabaya.
“Intinya, tidak boleh ada warga Surabaya yang kesulitan mengakses layanan kesehatan, termasuk yang dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo,” tegasnya.
Sebagai penutup, Bang Jo berharap agar Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap prosedur pelayanan BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan di RSUD Dr. Soetomo, “Agar tidak ada lagi warga yang terhambat haknya untuk mendapatkan layanan medis yang layak,” tutupnya.(yu)