September 18, 2025

Komisi D Dorong Festival Kampung Bangunrejo Ubah Stigma Eks Lokalisasi

suararakyatjatim.com – Komisi D DPRD Surabaya menggelar rapat koordinasi menindaklanjuti permohonan audiensi dari Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Surabaya (FSP Parekraf–KSPSI), Kamis (18/9/2025). Rapat ini dipimpin langsung Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, dan turut dihadiri sejumlah perwakilan pemerintah kota, antara lain Lurah Dupak, Camat Krembangan, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar), Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, DP3A-PPKB, serta Bagian Kesejahteraan Rakyat.

Ketua FSP Parekraf-KSPSI, Michael Revy R, menegaskan pihaknya ingin bersinergi dengan pemerintah dan legislatif untuk membangun Surabaya sebagai kota yang berdaya saing di sektor pariwisata dan seni budaya. Menurutnya, Surabaya kerap hanya dianggap sebagai kota transit dibanding Yogyakarta dan Bali. Padahal, Surabaya memiliki kekayaan budaya yang layak diekspos lebih luas. “Kami berharap pemerintah memberikan dukungan nyata, mulai dari ruang berkegiatan hingga perlindungan bagi pekerja seni dan pariwisata,” ujarnya. Ia juga menyinggung perlunya penataan ruang ekspresi seni, misalnya pengganti Taman Hiburan Rakyat (THR) yang kini sudah tidak beroperasi.

Anggota FSP Parekraf sekaligus seniman, Abdul Semute, menuturkan perjalanan komunitasnya sejak 2014 melalui Sanggar Bangunrejo. Ia menekankan pentingnya seni budaya sebagai media untuk mengubah stigma negatif eks-lokalisasi menjadi nilai positif. Setiap tahun mereka menggelar Bangunrejo Art Festival sebagai ruang kreasi dan pemberdayaan masyarakat. “Festival ini sudah berjalan konsisten 12 tahun, dan terbukti mampu mengubah wajah kampung kami. Kami berharap mendapat perhatian lebih agar bisa berkelanjutan,” ungkapnya.

Sementara itu, Adi Nugroho, komposer musik sekaligus praktisi paduan suara, menyoroti absennya lagu daerah resmi milik Surabaya. Ia mengingatkan, meski Surabaya dikenal sebagai kota kelahiran musisi besar seperti W.R. Supratman, hingga kini kota ini belum memiliki lagu khas yang bisa dijadikan identitas resmi maupun dibawa ke kancah internasional. “Surabaya World Fire Festival dan ajang paduan suara internasional sering digelar di kota ini, tapi kita tidak punya lagu resmi Surabaya untuk dibawakan. Ini ironis,” katanya.

Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya, Arjuna Rizki Dwi Krisnayana, menilai usulan dari para pegiat seni dan budaya ini sangat penting. Ia menekankan, keberadaan festival berbasis kampung maupun penciptaan lagu daerah resmi bisa menjadi bagian dari penguatan ekonomi kreatif dan identitas budaya Surabaya serta bertujuan mengubah stigma negatif eks lokalisasi. “Kalau kegiatan ini diperhatikan dan didukung, bisa menembus level internasional. Apalagi saat ini DPRD sedang membahas perda ekonomi kreatif serta perda peningkatan budaya dan kepahlawanan. Jika regulasi ini disahkan, akan ada dukungan program hingga aliran anggaran untuk mendukung ide-ide seperti yang disampaikan teman-teman seniman hari ini,” jelasnya.

Audiensi ini juga menjadi forum untuk menegaskan kembali pentingnya perlindungan terhadap pekerja seni jalanan, seperti kasus yang sempat menimpa penyanyi jalanan dan juru parkir. DPRD menilai suara para pegiat seni dan pekerja kreatif merupakan aspirasi akar rumput yang harus didengar pemerintah.

pertemuan ini membuka jalan bagi terjalinnya sinergi antara pekerja pariwisata, seniman, dan pemerintah. Dengan dukungan regulasi serta fasilitasi ruang berkarya, Surabaya tidak hanya berpeluang memperkuat identitas budaya lokal, tetapi juga mengangkat potensi ekonomi kreatif hingga level internasional. Surabaya berpeluang tampil sejajar dengan kota budaya besar lain di Indonesia, asalkan komitmen bersama ini diwujudkan secara konsisten.(yu)