Oktober 22, 2025

Komisi D DPRD Surabaya Dukung RSUD dr. Soewandhie Jangkau Layanan Premium 

suararakyatjatim.com – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Koordinasi bersama jajaran RSUD dr. Soewandhie, Bappedalitbang, Bapenda, dan Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP), untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kota Surabaya Tahun Anggaran 2026. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, berlangsung dinamis dengan berbagai masukan terkait optimalisasi pendapatan, pengelolaan aset, serta peningkatan pelayanan rumah sakit daerah.

Anggota Komisi D, dr. Zuhrotul Mar’ah, menyoroti pentingnya menjaga kelancaran pelayanan selama masa pembangunan di lingkungan rumah sakit. “Mohon agar pembangunan tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat, terutama di bidang medis. Kita harus mencari solusi agar pelayanan tetap berjalan tanpa kendala,” ujarnya dalam rakor pada Rabu (22/10/2025).

Dr. Zuhro juga mempertanyakan alasan penurunan target pendapatan retribusi pemanfaatan aset daerah yang dinilai tidak sejalan dengan capaian realisasi tahun sebelumnya. “Realisasi sampai September 2025 sudah Rp14,9 miliar, tapi target 2026 malah diturunkan jadi Rp12,4 miliar. Ini perlu dijelaskan, apakah karena penyerapan belum maksimal atau memang ada kebijakan pengurangan,” tambahnya.

Zuhrotul juga mengungkapkan kekhawatiran karena RSUD dr. Soewandhie belum pernah menerima alokasi dana cukai hasil tembakau (DBHCHT), sementara rumah sakit daerah lain sudah mendapatkannya. Ia menambahkan apresiasi kepada manajemen rumah sakit yang mampu mengelola pendapatan tambahan dari bunga deposito dan pemanfaatan limbah medis seperti kardus dan botol infus bekas.

Sementara itu, anggota Komisi D Johari Mustawan menyoroti lonjakan pendapatan umum dari Rp10 miliar menjadi Rp23 miliar di tahun 2026. “Saya ingin tahu dari sektor mana peningkatan signifikan ini berasal, karena pada saat yang sama DJKN justru turun dari Rp280 miliar menjadi Rp271 miliar,” ujarnya. Ia juga meminta penjelasan rinci mengenai penggunaan DAU dan APBD yang masing-masing memiliki peruntukan berbeda dalam pengembangan rumah sakit.

Wakil Ketua Komisi D, Luthfiyah, menekankan perlunya mendorong kemandirian finansial rumah sakit daerah. “Antara pendapatan dan belanja masih belum seimbang. Rumah sakit swasta mampu bertahan, membayar pegawai, membangun, dan tetap eksis dengan dana sendiri. Kita perlu menumbuhkan semangat yang sama agar rumah sakit pemerintah bisa lebih berkembang,” ujarnya. Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan fasilitas, terutama kenyamanan parkir yang turut berpengaruh terhadap citra rumah sakit. “Fasilitas parkir yang luas dan nyaman membuat masyarakat lebih memilih rumah sakit tersebut,” tambahnya.

Menanggapi hal itu, perwakilan RSUD dr. Soewandhie, dr. Queen Azizah, menegaskan bahwa proses pembangunan tidak akan mengganggu pelayanan pasien. “Pelayanan tetap berjalan seperti biasa, terutama di IGD yang menjadi prioritas. Kami juga menyiapkan sistem satu pintu untuk memperlancar arus pasien,” katanya. Ia menjelaskan bahwa terdapat sebagian dana rumah sakit saat ini ditempatkan dalam bentuk deposito agar bunga yang dihasilkan dapat membantu menutupi kebutuhan rutin menjelang akhir tahun.

Direktur RSUD dr. Soewandhie, dr. Billy D. Mesakh, menambahkan bahwa pihaknya terus berupaya menyeimbangkan antara pelayanan dan efisiensi pengelolaan keuangan. “Kami memiliki dashboard digital yang memantau tempat tidur kosong per shift untuk menjaga efisiensi layanan dan pendapatan,” terangnya. Ia juga memaparkan rencana pengembangan fasilitas parkir sebagai bagian dari upaya peningkatan kenyamanan pasien.

“Saat ini kapasitas parkir kami sekitar 200 mobil, padahal pasien bisa mencapai 1.600 hingga 1.700 per hari. Kami sudah menyiapkan langkah untuk memperluas area parkir, terutama di sisi Jl. Tambak Bening. Nantinya akan dibuat lahan parkir bertingkat agar sirkulasi kendaraan lebih tertata dan tidak mengganggu akses ambulans,” jelasnya.

Billy juga menyampaikan bahwa RSUD dr. Soewandhie sedang mengembangkan layanan premium bernama GRHA Adyatma, yang ditujukan bagi pasien non-JKN. “GRHA Adyatma ini menjadi salah satu sumber pendapatan rumah sakit yang cukup besar. Layanan ini sudah berjalan, tapi perlu lebih banyak dikenal masyarakat,” ujarnya. Ia berharap dukungan pemerintah dan DPRD dalam pengembangan fasilitas dan promosi layanan tersebut.

Rapat ditutup dengan penegasan Komisi D bahwa peningkatan kualitas pelayanan, inovasi pengelolaan pendapatan, serta perbaikan sarana dan prasarana seperti lahan parkir harus menjadi prioritas agar rumah sakit daerah semakin mandiri dan kompetitif tanpa mengurangi pelayanan bagi masyarakat luas.(yu)